bahan kuliah

TORABLE SOIL EROSION


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
     Tanah adalah akumulasi tubuh alam bebas, menduduki sebagian permukaan planet bumi, yang mampu menumbuhkan tanaman dan memiliki sifat-sifat sebagi akibat pengaruh iklim dan jasad hidup yang bertindak terhadap bahan induk dalam  keadaan relief tertentu selama jangka waktu tertentu pula (Sitanala Arsyad, 1898).
     Erosi adalah suatu proses pelepasan dan  pengangkutan partikel-partikel tanah yang disebabkan oleh tenaga erosi seperti angin, hujan atau aliran permukaan (Wischmeier, 1959 dalam Pujo Nur Cahyo, 2000).  Erosi pada awalnya akan memindahkan bahan organik dan liat dari dalam tanah (selektivitas erosi) ke badan-badan air (sungai) yang kemudian diendapkan di buffer area sungai atau terbuang ke muara dan ke lautan. Erosi yang terus berlanjut akan mengikis permukaan tanah atau bagian tanah yang lembut (horizon A dan B), sehingga horizon C (bahan induk) dan bahkan horizon R (batuan induk) muncul ke permukaan (Arsyad, 2006).
     Nilai T (tolerable soil erosion) adalah nilai laju erosi yang masih dapat dibiarkan atau ditoleransikan agar terpelihara suatu kedalaman tanah yang cukup bagi pertumbuhan tanaman/tumbuhan yang memungkinkan tercapainya produktivitas yang tinggi secara lestari disebut erosi yang masih dapat dibiarkan atau ditoleransikan yang diberi lambang T. Batas tertinggi erosi yang masih dapat dibiarkan kadang-kadang dapat juga ditetapkan dengan tujuan utama untuk pengendalian kualitas air atau untuk mengendalikan laju pendangkalan waduk (Arsyad, 2006). Besarnya erosi ditoleransikan (T) secara sederhana dapat dikatakan bahwa tidak boleh melebihi proses pembentukan tanah. Sebagai bahan perbandingan ditentukan laju erosi yang masih dapat ditoleransikan untuk setiap penggunaan lahan yang sedang diukur tingkat bahaya erosinya (Utomo, 1989). Keberhasilan pelaksanaan program konservasi tanah salah satu informasi penting yang harus diketahui adalah tingkat bahaya erosi (TBE) dalam suatu DAS atau sub-DAS yang menjadi kajian.
    Dengan mengetahui TBE suatu DAS atau masing-masing sub-DAS, prioritas rehabilitasi tanah dapat ditentukan. Tingkat bahaya erosi pada dasarnya dapat ditentukan dari perhitungan nisbah antara laju erosi tanah (A) dengan laju erosi erosi yang masih ditoleransikan. Batas Toleransi Erosi adalah batas maksimal besarnya erosi yang masih diperkenankan terjadi pada suatu lahan. Besarnya batas toleransi erosi dipengaruhi oleh kedalaman tanah, batuan asal pembentuk tanah, iklim, dan permeabilitas tanah. Evaluasi bahaya erosi merupakan penilaian atau prediksi terhadap besarnya erosi tanah dan potensi bahayanya terhadap sebidang tanah. Evaluasi bahaya erosi ini didasarkan dari hasil evaluasi lahan dan sesuai dengan tingkatannya. (Asdak ,2006).Menurut Arsyad (2000) evaluasi bahaya erosi atau disebut juga tingkat bahaya erosi ditentukan berdasarkan perbandingan antara besarnya erosi tanah aktual dengan erosi tanah yang dapat ditoleransikan (tolerable soil loss). Untuk mengetahui kejadian erosi pada tingkat membahayakan atau suatu ancaman degradasi lahan atau tidak, dapat diketahui dari tingkat bahaya erosi dari lahan tersebut.

1.2  Tujuan
Praktikum ini bertujuan agar mahasiswa mampu menghitung nilai T, IBE, dan TBE pada beberapa bidang lahan dengan bentuk penggunaan berbeda-beda.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Torable Soil Erosion (Erosi yang diperbolehkan/T)
       Erosi terbolehkan (Edp/T) adalah jumlah tanah yang hilang yang diperbolehkan per tahun agar produktivitas lahan tidak berkurang sehingga tanah tetap produktif secara lestari (Hardjowigeno 2003). Hal ini diperkuat oleh pendapat Purwowidodo (2002)  bahwa nilai T (tolerable soil erosion) adalah suatu nilai untuk menunjukan laju erosi tanah yang boleh terbiarkan terjadi pada sebidang lahan. Penetapan nilai T perlu mempertimbangkan  beberapa gatra antara lain, laju pembentukan tanah, daya dukung tanah, ancaman erosi tanah, dampak erosi terhadap aneka gatra di luar gatra loka tererosi, teknologi dan ekonomi yang mempengaruhi bebrapa bidang kajian. Hammer dalam Purwowidodo (2002) berpendapat bahwa nilai T ditetapkan berdasarkan jeluk setara tanah (Ds) dan jangka waktu kelestarian sumberdaya tanah yang diharapkan.
Menurut Wood dan Dent dalam Purwowidodo (2002) penetapan nilai T berdasarkan jeluk tanah minimum (Dm) dan laju pembentukan tanah (LPT) dengan persamaan sebagai berikut :
T          = DS/UPT
=((Ds-Dm) / UPT0 + LPT ) untuk Ds>Dm
Nilai T ≤ LPT untuk Ds ≤ Dm
Keterangan :
T   : Laju erosi tanah yang boleh terbiarkan terjadi (t/ha/th)
Ds : Jeluk setara tanah yang merupakan hasil perkalian antara De dan faktor jeluk  tanah (c)
De : Jeluk tanah efektif, yaitu ketebalan tanah dari permukaan tanah sampai loka sembarang pada penampang tanah yang tidak diterobos oleh akar/tanaman
Dm : Jeluk tanah minimum, yaitu ketebalan tanah minimum yang diperlukan tanaman untuk tetap dapat tumbuh optimum
UPT : Umur pakai tanah, yaitu waktu dapat pakai sumberdaya tanah yang dapat diperkirakan dari laju pembentukkannya
LPT : Laju pembentukan tanah

2.2    Indeks Bahaya Erosi

        Menurut Purwowidodo (2002) nilai indeks bahaya erosi (IBE) berguna untuk mengetahui besarnya laju erosi yang terjadi yang berpotensi membahyakan kelestarian serta produktivitas tanah yang bersangkutan. Nilai IBE ditetapkan dengan menggunakan persamaan :
IBE = A / T
Keterangan :
IBE : Indeks Bahaya Erosi
A     : Laju erosi yang diperkirakan menurut USLE (t/ha/th)
T     : Laju erosi yang boleh terbiarkan terjadi (t/ha/th)
Klasifikasi Indeks Bahaya Erosi (Hammer 1981)
Nilai Indeks Bahaya Erosi Harkat
1.      < 1,00 Rendah
2.      1,00 – 4,00 Sedang
3.      4,01 – 10,00 Tinggi
4.      > 10,00 Sangat Tinggi
2.3              Tingkat Bahaya Erosi
      Tingkat Bahaya Erosi (TBE) merupakan perkiraan maksimum jumlah tanah yang hilang yang akan terjadi pada suatu lahan jika pengelolaan lahan dan tindakan konservasi tidak mengalami perubahan. Hardjowigeno (2003) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan tingkat bahaya erosi adalah perkiraan kehilangan tanah maksimum dibandingkan dengan tebal solum tanahnya pada setiap unit lahan bila teknik pengelolaan tanaman dan konservasi tanah tidak mengalami perubahan.Kegiatan konservasi di lahan kering merupakan langkah konstruktif sehingga dapat meningkatkan fungsi lahan untuk berproduksi secara lestari. Potensi nya juga dapat dioptimalkan sebagai sumber pendapatan keluarga tani di pedesaan. Menurut Notohadiprawiro (1998), lahan kering marginal yang berstatus kritis dicirikan oleh solum tanah yang dangkal, kemiringan lereng curam, tingkat erosi lanjut, kandungan bahan organik rendah serta banyak singkapan batuan di permukaan.Dalam hubungannya dengan erosi yang menyebabkan degradasi lahan serta langkah-langkah penanganannya di lahan marginal telah banyak dibahas pakar. Pada prinsipnya kejadian erosi erat kaitannya dengan erosivitas hujan, erodibilitas tanah serta panjang dan kemiringan lereng.

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Curah hujan

   Curah hujan merupakan banyaknya iar yang berasal dari hujan pada satuan lahn tertentu yang biasanya dinyatakan dengan tinggi air per satuan waktu (mm/tahun)
No CH LUAS (M2) LUAS (%)
1 <2500 0 0
2 2500-3000 478251912.195 49.1043
3 3000-5000 495699313.826 50.8957
4 >5000 0 0
Total 973951226 100
Tabel 1. Rekapitulasi CH
Tabel tersebut menunjukan curah hujan pada satuan lahan di Bandung, terlihat bahwa wilayah bandung terbagi menjadi dua wilayah dengan perbandingan luasan hampir 1:1 mempunyai curah hujan yang berbeda, sebesar 49.1043 % wilayah bandung bercurah hujan 2500-3000 mm/th dan 50.8957 % wilayah bandung bercurah hujan 3000-5000 mm/th. Curah hujan yang cukup tinggi ini mengakibatkan lahan di Bandung sangat peka terhadap erosi terutama dengan kemiringan yang tinggi.
3.2 Jenis tanah
Jenis tanah mempengaruhi erosi suatu wilayah, berdasarkan praktikum ini diperoleh data luasan jenis tanah yang ada didaerah sekitar bandung tersebut adalah sebagai berikut :
No Jenis Tanah Luas (m²) Luas (ha)
1 Dystropepts; Humitropepts; Tropohumults 478313958.9 47831.4
2 Dystrandepts; Humitropepts; Hydrandepts 34706489.4 3470.6
3 Dystrandepts; Tropudults; Eutropepts 305029462.5 30502.9
4 Dystropepts; Eutropepts; Tropudalfs; 105799740.1 10580.0
5 Eutropepts; Euntrandepts 12454311.3 1245.4
6 Dystropepts; Tropudults; Troporthents 37647263.8 3764.7
Total 973951226.0 97395.1
Tabel 2. Jenis Tanah
Jenis tanah yang mendominasi daerah tersebut adalah Dystropepts; Humitropepts; Tropohumults dengan luasan 47831 ha. Jenis tanah kedua yang juga mendominasi adalah Dystrandepts; Tropudults; Eutropepts dengan luasan 30502.9 ha. Untuk jenis tanah Eutropepts; Euntrandepts hanya sedikit terdapat didaerah tersebut haya sekitar 1245,4 ha. Total luasan wilayah tersebut ialah 97395.1 ha.
3.3 Kelas kelerengan
Kelas lereng sangat mempengaruhi besar kecilnya erosi yang terjadi semakin curam lereng akan menyebabkan erosi yang terjadi pun semakin besar. Dari data praktikum dapat direkapitulasi data kelas lereng sebagai berikut :
No Kelerengan jenis lereng luas (ha) luas (%)
1 0—8 Datar 0 0
2 8—15 Landai 0 0
3 15—25 agak curam 42334.553 43.46681
4 25—40 Curam 0 0
5 >40 sangat curam 55060.570 56.53319
Total
97395.1227 100
Tabel 2. Kelas Lereng
Kelas lereng sangat curam terjadi di sektar 56.53 % dari wilayah tersebut, dan sisanya di isi oleh kelas agak curam yaitu sebesar 43,46 %. Jadi dari data yang ada dan recapitulasi data tersebut erosi dapat terjadi dengan mudah karena lebih dari 50% wilayah tersebut memiliki jens lereng sengat curam dan sekitar 43 % memiliki jenis lereng agak curam.
3.4 Kelas tutupan lahan
Tutupan lahan dapat mempengaruhi erosi dengan cara memberi hambatan bagi energi kenetik air hujan yang tinggi dengan menggunakan tajuk yang lebat dari vegetasi di atasnya, tutupan lahan juga berpengaruh terhadap laju inviltrasi tanah sehingga penutupah lahan oleh suatu vegetasi dapat mempengaruhi besarnya erosi pada satuan lahan tertentu.  Tutupan lahan yang terdapat pada praktikum ini adalah hutan tanaman, hutan lahan kering primer, hutan lahan kering sekunder, dan hutan lahan kering campuran. Pada praktikum ini diperoleh data recapitulasi tutupan lahan sebagai berikut :
No tutupan lahan Kode Land Use luas (ha) luas (%)
1 Hutan Tanaman Ht 726.074 0.745493
2 Hutan Lahan Kering Primer Hp 17989.262 18.47039
3 Hutan Lahan Kering Sekunder Hs 3464.057 3.556704
4 Pertanian Lahan Kering Campuran Pc 75215.730 77.22741
Total 97395.123 100
Tabel 5. Tutupan Lahan
Di wilayah Bandung tersebut tutupan lahan yang mendominasi adalah hutan lahan kering campuran yaitu sekitar 77% dari wilayah tersebut. Hutan lahan kering primer hanya terdapat di 18 % dari wilayah tersebut. Sisanya 3% hutan lahan kering sekunder dan 1 % hutan tanaman.
4.5 Erosi tanah
Berdasarkan praktikum ini laju erosi tanah yang boleh terjadi di wilayah tersebut ialah sebesar 0 % Karena menurut data dibawah ini perbandingan nilai erosi yang lebih besar dari T adalah 100 %. Data perbandingan erosi dengan laju erosi tanah yang boleh terjadi adalah sebagai berikut :
no T luas (ha) luas (%)
1 A>T 97395.123 100
2 A<T 0 0
Total 97395.123 100
Tabel 6. erosi dibanding T
Nilai T (tolerable soil erosion) dapat digunakan sebagai landasan untuk menetapkan perlu tidaknya dilakukan konservasi pada lahan yang bermasalah. Jika nilai T lebih kecil dari pembentukan tanah maka tidak perlu di lakukan konservasi, sedangkan jika nilai T lebih besar dari laju pemmbentukan tanah maka haruslah dilakukan kegiatan koservasi pada daerah tersebut. Pada praktikum ini nilai erosi yang lebih besar dari nilai T adalah 100 % maka haruslah dilakukan konservasi karena tingkat bahaya erosi yang terjadi di wilayah tersebut sudah sangat tinggi.
TBE ditetapkan berdasarkan telaah terhadap gatra laju erosi tanah yang diperkirakan dengan USLE dan ketebalan solum tanah. Pada praktikum ini didapat kan data TBE /tingkat bahaya erosi sebagai berikut :
no TBE Luas (ha) luas (%)
1 SR 0 0
2 R 17989 18.4703939
3 S 15853.765 16.27778117
4 B 63552.093 65.25182473
5 SB 0.003 0
Total 97395.12 100
Tabel 7. TBE dibanding T
Tingkat bahaya erosi di daerah tersebut digolongkan berat dapat dilihat dari data rekapitulasi TBE di atas sekitar 65 % wilayah tersebut masuk pada kelas tingkat bahaya erosi berat dan sisanya hanya sekitar 16 % dan 18 % untuk kelas bahaya erosi di tingkat sedang daan ringan.

BAB IV
KESIMPULAN

        Pengukuran laju erosi dengan menghitung nilai tolarible soil erosion, Indeks Bahaya Erosi, dan Tingkat Bahaya erosi berguna untuk menentukan tingkat kekritisan lahan dan konservasi tanah dan air. Nilai IBE terbesar dari data yang diperoleh menunjukkan pentingnya diadakan konservasi tanah, sedangkan nilai IBE terkecil menunjukkan tidak perlu diadakannya konservasi pada tanah tersebut. Konservasi tanah dapat dilakukan dengan penutupan vegetasi maupun mekanik.


1 komentar: